Formulir online adalah komponen penting dari website modern. Ia menjadi pintu masuk utama untuk konsultasi, transaksi, langganan newsletter, hingga download konten. Tapi, terlalu sering, formulir justru menjadi alasan user meninggalkan halaman. Bukan karena mereka tidak tertarik, tapi karena form-nya mengganggu, membingungkan, atau membuat frustrasi.
Dalam era digital yang penuh distraksi, merancang formulir online bukan sekadar menyusun kolom input. Ia harus menjadi bagian dari alur pengalaman pengguna mengalir, membantu, dan tidak memutus perhatian.
Artikel ini akan membahas prinsip dan praktik untuk membuat formulir online yang fungsional namun tetap menghormati UX.
Mengapa Banyak Form Gagal?
Sering kali formulir dibuat dengan logika bisnis, bukan logika pengguna. Akibatnya:
- Terlalu banyak kolom yang tidak relevan
- Desain yang tidak responsif di perangkat mobile
- Error validation yang tidak jelas
- Tidak ada konteks atau manfaat bagi pengguna
- Ditempatkan di waktu atau lokasi yang salah
User modern sangat sensitif terhadap hal-hal kecil yang terasa tidak perlu. Bahkan satu kolom tambahan bisa membuat mereka memilih mundur.
Prinsip Formulir yang Ramah UX
1. Hanya Tanyakan yang Perlu
Evaluasi ulang semua kolom. Tanyakan: apakah informasi ini benar-benar dibutuhkan sekarang? Jika tidak, hilangkan atau jadikan opsional.
Lebih baik form pendek yang dikirim, daripada form lengkap yang ditinggalkan.
2. Gunakan Logika Bertahap atau Dinamis
Alih-alih menampilkan semua kolom sekaligus, gunakan langkah bertahap atau tampilkan kolom sesuai pilihan user. Ini membuat pengalaman terasa lebih ringan dan relevan.
3. Letakkan Form di Momen yang Tepat
Form tidak selalu harus muncul saat halaman dimuat. Biarkan user berinteraksi terlebih dahulu, lalu tampilkan form saat mereka menunjukkan minat lebih jauh, seperti setelah scroll 75% atau klik CTA.
4. Jelaskan Manfaatnya
Tuliskan dengan jelas kenapa data diminta, dan apa yang akan didapatkan user setelah mengisi. Transparansi membangun kepercayaan.
Contoh: “Email kamu akan kami gunakan untuk mengirim hasil analisis website, bukan untuk promosi.”
5. Gunakan Copywriting yang Natural
Gantilah kata-kata teknis dengan bahasa percakapan. Tombol “Submit” bisa diubah jadi “Kirim dan Mulai” atau “Cek Sekarang”.
6. Hindari Gangguan Visual atau Pop-Up Berlebih
Jika form muncul dalam pop-up, pastikan tidak langsung muncul saat halaman dibuka, dan mudah ditutup. Gunakan animasi halus, bukan yang mencolok.
7. Optimalkan untuk Mobile
Pastikan ukuran input, spacing, dan tombol cukup besar untuk disentuh dengan nyaman. Form yang bagus di desktop tapi menyiksa di mobile akan tetap ditinggalkan.
Tool untuk Membantu
- WPForms – Plugin WordPress yang ringan dan punya banyak opsi logika kondisional
- Fluent Forms – Alternatif cepat dengan desain modern dan fleksibel
- Typeform – Cocok untuk gaya percakapan, meskipun di-host di luar WordPress
- Formcarry / Tally – Untuk form minimalis dan embed cepat di halaman statis
Jika ingin membuat form otomatis berdasarkan perilaku user, bisa digabungkan dengan Uncanny Automator untuk memicu aksi berdasarkan input form, tanpa coding.
Cara Menyisipkan Form Tanpa Ganggu Alur
- Letakkan form setelah value utama disampaikan, bukan di atas fold
- Gunakan sticky CTA kecil di pojok halaman yang memunculkan form saat diklik
- Jika di halaman produk, tempatkan setelah fitur atau review, bukan sebelum user mengenal produk
Form sebaiknya tidak “memaksa bicara”, tapi “menawarkan diri” ketika user sudah siap.
Kesimpulan
Formulir yang baik bukan hanya yang berfungsi, tapi yang terasa alami saat digunakan. Ketika formulir menyatu dalam alur halaman, memberi nilai, dan tidak terasa invasif, ia akan menjadi alat konversi yang efektif bukan sekadar pelengkap.
Dan kalau kamu ingin merancang sistem formulir yang otomatis, ringan, dan disesuaikan dengan karakter pengguna website-mu, Webklik bisa bantu membangunnya dari desain, integrasi, hingga uji UX. Buat formulir yang tidak sekadar diklik, tapi juga disukai mulai dari webklik.id.