Beberapa tahun terakhir, dark mode atau mode gelap menjadi tren besar di dunia digital. Dari aplikasi mobile, dashboard SaaS, hingga antarmuka sistem operasi semuanya berlomba-lomba menyediakan opsi tampilan ini. Tapi pertanyaannya, apakah website bisnis Anda perlu ikut tren ini juga?
Jawabannya tidak sesederhana “iya” atau “tidak”. Karena pada akhirnya, keputusan tersebut bukan soal gaya semata, tapi tentang pengalaman pengguna (UX), preferensi target pasar, dan tentunya konteks dari brand Anda sendiri.
Mode Gelap Bukan Sekadar Gaya, Tapi Pilihan Fungsional
Mode gelap bukan hanya soal membuat tampilan website lebih “keren” atau futuristik. Ia lahir dari kebutuhan nyata mengurangi silau layar, menjaga kenyamanan mata dalam kondisi minim cahaya, dan menghemat daya terutama untuk perangkat dengan layar OLED.
Dalam studi Google, mode gelap bahkan terbukti bisa menghemat baterai perangkat hingga 60% pada tingkat kecerahan tinggi. Artinya, bagi pengguna mobile (yang mendominasi trafik website saat ini), mode gelap bisa memberi pengalaman menjelajah yang lebih ramah dan efisien.
Siapa Audiens Anda? Itu Kuncinya
Sebelum buru-buru menerapkan mode gelap, tanyakan dulu: siapa yang paling sering membuka website Anda?
- Jika target Anda adalah developer, desainer, atau pekerja kreatif digital mereka biasanya menyukai mode gelap karena familiar dari IDE atau tools harian mereka.
- Jika website Anda sering diakses pada malam hari (seperti platform edukasi, komunitas forum, atau layanan streaming), dark mode bisa sangat membantu.
- Tapi jika audiens Anda cenderung lebih umum seperti pelaku UMKM, masyarakat awam, atau institusi formal—mode terang masih dianggap lebih ramah dan mudah dibaca. Intinya, pahami konteks penggunaan, bukan sekadar mengikuti tren.
Apa Dampaknya pada Identitas Visual Brand Anda?
Tidak semua brand cocok dengan tampilan gelap. Beberapa warna identitas mungkin kehilangan kekuatannya saat dipindah ke latar hitam. Misalnya, logo dengan warna biru muda atau kuning terang bisa tampak terlalu kontras, atau bahkan menyakitkan mata di dark mode.
Penerapan dark mode yang asal-asalan justru bisa merusak kesan profesional dan mengacaukan hierarki visual. Solusinya? Gunakan dark mode sebagai versi alternatif, bukan pengganti total. Banyak website modern saat ini menawarkan tombol switch sederhana agar pengguna bisa memilih sendiri mode yang mereka sukai. Dengan begitu, Anda menghormati preferensi pengguna sekaligus menjaga konsistensi branding.
Implikasi Teknis dan UX yang Harus Dipertimbangkan
Dark mode bukan hanya urusan CSS. Anda harus memikirkan:
- Kontras teks: Pastikan teks tetap mudah dibaca di latar gelap.
- Gambar dan ikon: Apakah mereka terlihat baik di kedua mode? Kadang perlu versi terpisah.
- Ilustrasi atau UI asset: Banyak desain grafis yang hanya cocok di latar terang.
- Form input dan elemen interaktif: Tombol, dropdown, atau tooltip harus tetap intuitif dan bisa dibaca jelas.
Selain itu, jangan lupa soal aksesibilitas. Tidak semua pengguna menyukai atau terbiasa dengan dark mode. Karenanya, menyediakannya sebagai opsi personalisasi adalah jalan tengah terbaik.
Kesimpulan
Dark mode bisa menjadi fitur yang memperkuat UX dan memperluas aksesibilitas website Anda, jika diterapkan dengan strategi yang matang. Jangan hanya ikut-ikutan tren tanpa memahami audiens dan identitas brand Anda.
Kalau Anda ingin menghadirkan pengalaman digital yang bukan hanya kekinian tapi juga user-centric, tim Webklik siap membantu. Dari desain adaptif hingga fitur-fitur personalisasi, kami bantu bangun website yang relevan untuk hari ini dan siap menghadapi masa depan. Kunjungi webklik.id dan konsultasikan ide Anda bersama kami.