Di era teknologi yang makin pintar, pengguna tidak lagi hanya menilai fungsionalitas. Mereka mencari rasa pengalaman digital yang terasa akrab, hangat, dan manusiawi. Namun di sisi lain, bisnis perlu tetap mengumpulkan data untuk memahami perilaku pengguna dan mengoptimalkan layanan. Tantangannya: bagaimana menciptakan UI yang humanis tanpa membuat pengguna merasa diawasi atau dieksploitasi?
Jawabannya terletak pada keseimbangan antara empati dan transparansi. UI yang humanis bukan berarti mengorbankan akurasi data, dan pengumpulan data bukan harus selalu terasa kaku. Keduanya bisa berjalan beriringan asal dilakukan dengan pendekatan yang benar.
UI Humanis Lebih dari Sekadar Tampilan Ramah
Membuat UI humanis bukan hanya tentang memakai kata-kata santai atau menambahkan ilustrasi karakter. Itu hanya permukaan. Inti dari UI humanis adalah: menciptakan rasa dihargai, dimengerti, dan dipercaya dalam setiap interaksi.
Pengguna ingin merasa bahwa mereka tidak hanya menjadi angka dalam dashboard analitik. Mereka ingin merasa bahwa data mereka digunakan untuk kebaikan bersama, dan bahwa mereka punya kontrol atas interaksinya.
1. Transparansi dalam Pengumpulan Data
Langkah pertama untuk membuat UI yang humanis adalah menjelaskan dengan jujur apa yang dikumpulkan, kenapa, dan untuk apa. Bukan dengan teks panjang yang dikubur di kebijakan privasi, tapi lewat interaksi UI yang jelas dan mudah dimengerti.
Contoh:
- Gunakan dialog saat pengguna pertama kali membuka aplikasi: “Kami menggunakan data lokasi hanya untuk menampilkan rekomendasi terdekat.”
- Gunakan visual ringan (ikon, ilustrasi) untuk memperjelas maksud pengumpulan data.
- Sediakan tombol “Pelajari lebih lanjut” yang benar-benar berguna, bukan sekadar formalitas.
Transparansi adalah bentuk penghormatan. Saat pengguna merasa dihormati, mereka akan lebih bersedia berbagi.
2. Formulir yang Manusiawi
Formulir adalah tempat paling rawan untuk menciptakan kesan dingin. UI yang humanis menyederhanakan formulir, memberi panduan jelas, dan menunjukkan empati lewat detail kecil.
Prinsipnya:
- Tampilkan satu pertanyaan dalam satu waktu (progressive form).
- Gunakan placeholder dan microcopy yang komunikatif (“Kami tidak akan mengirim spam.”).
- Beri umpan balik secara real-time, bukan setelah semua diisi.
Saat pengguna merasa diantar, bukan diuji, mereka akan lebih terbuka dalam mengisi data.
3. Data yang Diperoleh ≠ Data yang Dipaksakan
Kumpulkan data secara kontekstual dan relevan. Jangan minta tanggal lahir jika itu tidak diperlukan. Jangan paksa pengguna mengisi bidang opsional dengan bintang merah.
UI humanis hanya meminta data saat benar-benar dibutuhkan, dan menyampaikannya dengan bahasa yang bisa dimengerti.
Contoh:
- Alih-alih “Nomor Telepon (Wajib)”, gunakan “Nomor telepon diperlukan agar kami bisa menghubungi Anda jika terjadi kendala pengiriman.”
- Untuk fitur login, tawarkan pilihan Google/Apple login bagi pengguna yang tidak ingin mengisi form.
Data yang dikumpulkan dengan empati akan lebih akurat dan lebih berharga.
4. Gunakan Data untuk Memberi, Bukan Mengambil
UI yang humanis menggunakan data untuk meningkatkan pengalaman, bukan sekadar kepentingan bisnis.
Contoh implementasi:
- Tampilkan riwayat terakhir pengguna sebagai shortcut.
- Kirim notifikasi kontekstual yang membantu, bukan mengganggu.
- Sesuaikan tampilan dan urutan konten berdasarkan preferensi pengguna.
Saat pengguna melihat dampak nyata dari data yang mereka berikan, kepercayaan akan tumbuh.
5. Beri Kontrol dan Pilihan
UI yang humanis memberi pengguna kekuatan untuk memilih. Mereka bisa memilih untuk tidak menerima email promosi. Mereka bisa memilih tampilan dark mode. Mereka bisa memilih data apa yang ingin dibagikan.
Fitur seperti:
- Settings privasi yang mudah diakses.
- Opsi hapus akun atau ekspor data.
- Panel personalisasi yang intuitif.
Semua ini menunjukkan bahwa Anda menghargai kebebasan pengguna. Dan itu menciptakan ikatan yang lebih kuat dari sekadar angka di analitik.
Kesimpulan
Desain UI yang humanis tidak bertentangan dengan pengumpulan data. Justru, saat pengguna merasa dihargai dan diberi kendali, mereka lebih bersedia berbagi dan terlibat lebih dalam. Di sinilah pengalaman digital yang etis dan efektif bisa bertemu.
Webklik membangun UI dengan pendekatan human-centric memadukan empati, transparansi, dan strategi data yang bertanggung jawab. Karena kami percaya, data paling berharga bukan yang dikumpulkan secara paksa, tapi yang dibagikan dengan kepercayaan.